Parmin Ngeres

Sesampai di rumah Paijo marah campur sedih demi dilihatnya daster sang istri masih tergantung di tali jemuran dalam keadaan basah kuyup karena kehujanan. Lebih sedih lagi ketika dilihatnya burung murai batu kesayangannya sudah terbujur kaku. Mati. Hujan deras sepanjang siang hingga sore membuat burung murai batu yang dia gantangkan di ranting pohon jambu sejak pagi itu mati kedinginan. Semakin sedih hatinya ketika melihat sang istri masih tergolek lemas di atas tempat tidurnya. Istri Paijo memang sedang sakit dan harus bed rest selama beberapa hari.


Namun segala kesedihanya tiba-tiba buyar ketika dia melihat Parmin -sang tukang kebon- sedang duduk santai sambil merokok. Parmin seolah tak ber empati pada kesedihan sang majikan.

"Parmiiiinnn....." teriak Paijo.
Parmin mendekat. "Ya tuan. Ada apa?"
"Dasar orang bodoh kamu!"
"Emang kenapa tuan?"
"Kenapa kamu biarkan murai batu kesayanganku kehujanan hingga mati kaku?"
"Maaf tuan. Saya tidak tahu burung itu digantang di luar."
"Tidak tahu? Bukankah aku sudah suruh kamu masukin burung itu dan kamu menjawab iya?"
"Maaf tuan. Seingat saya tuan tidak memberi perintah seperti itu."

Paijo semakin marah. Giginya gemeretakan menahan marah.

"Bukankah tadi aku sudah telpon kamu: Min, kalau nanti hujan angkat daster nyonya dan masukin burungnya. Kamu inget kan aku omong gitu? Dan kamu inget kan kamu jawab iya tuan."
"Oh itu toh tuan. Itu saya ingat tuan."
"Lalu kenapa daster nyonya tak kamu angkat dan kamu biarkan burung itu tetap di luar?"
"Oh itu sudah saya laksanakan dan saya mengira tuan salah memberi perintah."
"Maksud kamu?"
"Begini tuan. Waktu hujan turun saya bergegas melihat nyonya di tempat tidur. Maksud saya ingin mengangkat daster nyonya. Tapi ternyata nyonya gak pake daster. Nyonya pake celana jean. Jadi saya anggap tuan salah kasih perintah. Tidak mungkin kan jean nyonya saya angkat trus saya masukin burung saya?"

Kemarahan Paijo makin meluap bagai banjir bandang.

"Dasar kamu otak ngeres. Maksud perintahku kamu angkat daster nyonya yang lagi dijemur trus kamu masukan burung murai batu itu ke dalam rumah supaya tidak kehujanan."

Usai berkata seperti itu Paijo memukul Parmin. Sebuah pukulan tepat di pelung hati. Tak dinyana, pukulan itu membuat Parmin menggelepar. Persis seperti ikan diangkat dari air. Paijo kalut dan bingung tak tahu harus berbuat apa.



Story by GalihM
Load disqus comments

0 comments